“Kebahagiaan tidak dicapai dengan jerih payah; kebahagiaan
diperoleh dengan mengurangi keinginan.”
Perilaku kita akan memperlihatkan, bahwa kita bahagia.
Jika dalam pandangan kita tidak ada bedanya, hidup dan mati, penjara dan
istana, miskin dan kaya, racun dan madu. (Socrates)
Pursuit to happiness… kebahagiaan dapat kita kejar.
Terserah pada pilihan kita, kita dapat memilih untuk bahagia atau menderita.
Baudelaire, penyair Perancis;, votre chose, a votre guise.
“Kebahagiaan bukan terletak pada uang semata;
kebahagiaan terletak pada kegembiraan pencapaian, pada getaran upaya kreatif.
Happiness is not in the more possession of money; it lies in the joy of
achievement, in thrill of creative effort.” (Franklin D Roosevelt)
Itu hanya sebagian kecil dari banyaknya persepsi
arti kata dan pencarian makna ‘kebahagiaan’ (yang saya sukai). Begitu banyak
yang ditemukan, disajikan… yang kemudian untuk dapat dipilih, untuk dapat
disetujui, kemudian diikuti. Rasa itu, bagaimana mendapatkannya, ketika
mendapatkannya dan berbagai efek yang terjadi ketika mengalaminya…Walaupun
sangat diyakini pula, akan sangat berbeda ‘kebahagiaan’ yang dicari dan yang
ingin dicapai oleh seseorang. Berbeda, dalam memahami…
Ada yang berbahagia ketika ia bisa mempunyai uang
berlimpah dengan istilah ‘tidak berserinya’ itu, menempati rumah mewah, memakai
pakaian branded,
mengendari mobil merk ternama keluaran terbaru, limited edition,yang didapat dengan
perjuangan setelah inden berbulan-bulan… Ada yang berbahagia
ketika ia dapat menyelesaikan pendidikannya ke jenjang yang tertinggi, S1, S2,
S3 dan seterusnya… Ada yang berbahagia, ketika ia bisa bekerja di tempat yang
sesuai dengan bidang keilmuannya… Ada yang berbahagia ketika bisa pergi ke
tanah suci, berulang kali… Ada yang berbahagia ketika bisa menjadi seorang
relawan, tanpa imbalan… Dan banyak lagi arti kebahagian yang dirasakan oleh
setiap orang...
Hati saya terusik… apa yang membuat saya bahagia? Banyak…
bisakah saya bilang banyak? Karena memang ada banyak hal sebenarnya yang bisa
membuat saya tersenyum atau menangis karena bahagia. Tapi, yang membuat saya
gelisah adalah ketika perasaan bahagia itu cepat berlalu dan berganti dengan
rasa yang sebaliknya.
Saya menginginkan… rasa bahagia itu menetap dan bertahan
dalam waktu yang lebih lama… bisakah?
Saya bukannya ingin menolak rasa sedih, pedih, kecewa dan
berbagai perasaan sejenisnya itu… Justru, karena saya ingin bisa menerima
keadaan sebaliknya itu, sama sukacitanya, ketika saya menerima kebahagiaan…
bisakah?
Dan sahabat saya ini pun kembali menjawab… seharusnya
bisa!
Setahu saya, sahabat saya ini nyaris ‘flat’ untuk berbagai
keadaan… Ketika senang, marah, kecewa, sakit, selalu terlihat dalam ekspresi
yang sama… Bagaimana bisa? Ya, bisa… karena dia pula yang mengajarkan ‘hakikat
hidup berpasangan’ kepada saya… Siang-malam, sakit-sehat, susah-senang, dan
seterusnya…
Saya tidak akan menuliskan, ayat dari Al Quran dan Hadits
yang dia kirimkan untuk membangkitkan semangat saya, untuk bisa membuat saya
merasa bahagia lagi… Saya hanya ingin menceritakan pengalaman saya ketika
bersamanya…
Dia, selalu ‘memberi’… Dia, tidak merasa berat untuk
mentransfer ilmu yang telah dia pelajari selama bertahun-tahun kepada siapa
pun, termasuk saya. Dia, selalu berempati, ketika saya sedang dalam kesusahan.
Dia, bersyukur ketika saya berbahagia. Dia, memberi perhatian untuk hal-hal
yang kecil. Dia, sangat ringan untuk membagi ridzkinya kepada saya. Dan saya
dapat merasakan, selalu ada doa darinya untuk saya… Dan saya, tidak pernah
meminta semua itu darinya… Saya, hanya dapat merasakan keikhlasannya. Dia,
hanya ingin ‘memberi’…
Mengapa ‘memberi’ begitu penting ikatannya dengan
kebahagiaan… Saya hanya meyakini apa yang Rasul katakan… “Barang siapa
membahagiakan seorang mukmin, ia telah membahagiakan aku. Barang siapa membahagiakan
aku, ia telah membahagiakan Allah.”
Dan ketika Nabi ditanya tentang amal yang paling utama,
beliau berkata : “Engkau masukkan rasa bahagia pada hati seorang mukmin. Engkau
lepaskan kesulitannya. Engkau hibur hatinya. Engkau tunaikan utang-utangnya.”
Pada akhirnya, ia akan mendengarkan keputusan :
“Adkhiluhul Jannah… masukkan ia ke surga, karena dahulu di dunia, setiap kali
kamu memasukkan rasa bahagia pada sesama manusia, Allah menciptakan makhluk
sepertiku, untuk memberikan kepada kamu kebahagiaan pada hari ini.”
Atau dengan penemuan psikologi yang paling konsisten;
“Ketika kita bahagia—kita pun lebih suka untuk membantu orang lain. Feel good,
do good phenomenon. Happiness doesn’t feel good, it does good.” (Salovey, 1990)
Belakangan para peneliti psikologi menunjukkan bahwa dalam
keadaan bahagia orang-orang menjadi lebih penyayang, lebih senang membantu,
lebih dermawan. (Martin Seligman)
Ketika bahagia, kita kurang terfokus pada diri sendiri,
kita lebih menyenangi orang lain, kita ingin berbagi keberuntungan kita bahkan
dengan orang asing sekali pun. Walhasil, kebahagiaan membuat orang berakhlak
mulia. Emosi positif melahirkan karakter positif. Orang bahagia senang menolong
orang lain. Dan karakter positif ini akan melahirkan emosi positif, maksudnya
ketika kita dirundung penderitaan berbuat baiklah, maka kita akan berbahagia.
Inikah yang menyebabkan sahabat saya nyaris ‘flat’ di
setiap keadaan? Mungkin yang terpenting yang bisa saya ambil hikmahnya… Selain
dapat menerima setiap keadaan… bisa memberi pula di setiap keadaan… dan kita
akan bahagia bagaimana pun keadaannya…
Anda boleh setuju atau tidak… tapi tidak ada salahnya
untuk dicoba…
Karena saya pun ingin mencobanya… karena saya ingin selalu
bahagia…
Mulailah ‘memberi’ dengan keikhlasan… dan anda akan
‘bahagia’… di setiap waktu yang ‘tersisa’…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar