Selasa, 23 Oktober 2012

keep inspiring yaa guys


“Kebahagiaan tidak dicapai dengan jerih payah; kebahagiaan diperoleh dengan mengurangi keinginan.”


Perilaku kita akan memperlihatkan, bahwa kita bahagia. Jika dalam pandangan kita tidak ada bedanya, hidup dan mati, penjara dan istana, miskin dan kaya, racun dan madu. (Socrates)


Pursuit to happiness… kebahagiaan dapat kita kejar. Terserah pada pilihan kita, kita dapat memilih untuk bahagia atau menderita. Baudelaire, penyair Perancis;, votre chose, a votre guise.


 “Kebahagiaan bukan terletak pada uang semata; kebahagiaan terletak pada kegembiraan pencapaian, pada getaran upaya kreatif. Happiness is not in the more possession of money; it lies in the joy of achievement, in thrill of creative effort.” (Franklin D Roosevelt)


 Itu hanya sebagian kecil dari banyaknya persepsi arti kata dan pencarian makna ‘kebahagiaan’ (yang saya sukai). Begitu banyak yang ditemukan, disajikan… yang kemudian untuk dapat dipilih, untuk dapat disetujui, kemudian diikuti. Rasa itu, bagaimana mendapatkannya, ketika mendapatkannya dan berbagai efek yang terjadi ketika mengalaminya…Walaupun sangat diyakini pula, akan sangat berbeda ‘kebahagiaan’ yang dicari dan yang ingin dicapai oleh seseorang. Berbeda, dalam memahami…


Ada yang berbahagia ketika ia bisa mempunyai uang berlimpah dengan istilah ‘tidak berserinya’ itu, menempati rumah mewah, memakai pakaian branded, mengendari mobil merk ternama keluaran terbaru, limited edition,yang didapat dengan perjuangan setelah inden berbulan-bulan… Ada yang berbahagia ketika ia dapat menyelesaikan pendidikannya ke jenjang yang tertinggi, S1, S2, S3 dan seterusnya… Ada yang berbahagia, ketika ia bisa bekerja di tempat yang sesuai dengan bidang keilmuannya… Ada yang berbahagia ketika bisa pergi ke tanah suci, berulang kali… Ada yang berbahagia ketika bisa menjadi seorang relawan, tanpa imbalan… Dan banyak lagi arti kebahagian yang dirasakan oleh setiap orang...


Hati saya terusik… apa yang membuat saya bahagia? Banyak… bisakah saya bilang banyak? Karena memang ada banyak hal sebenarnya yang bisa membuat saya tersenyum atau menangis karena bahagia. Tapi, yang membuat saya gelisah adalah ketika perasaan bahagia itu cepat berlalu dan berganti dengan rasa yang sebaliknya.


Saya menginginkan… rasa bahagia itu menetap dan bertahan dalam waktu yang lebih lama… bisakah?


Saya bukannya ingin menolak rasa sedih, pedih, kecewa dan berbagai perasaan sejenisnya itu… Justru, karena saya ingin bisa menerima keadaan sebaliknya itu, sama sukacitanya, ketika saya menerima kebahagiaan… bisakah?


Dan sahabat saya ini pun kembali menjawab… seharusnya bisa!


Setahu saya, sahabat saya ini nyaris ‘flat’ untuk berbagai keadaan… Ketika senang, marah, kecewa, sakit, selalu terlihat dalam ekspresi yang sama… Bagaimana bisa? Ya, bisa… karena dia pula yang mengajarkan ‘hakikat hidup berpasangan’ kepada saya… Siang-malam, sakit-sehat, susah-senang, dan seterusnya…


Saya tidak akan menuliskan, ayat dari Al Quran dan Hadits yang dia kirimkan untuk membangkitkan semangat saya, untuk bisa membuat saya merasa bahagia lagi… Saya hanya ingin menceritakan pengalaman saya ketika bersamanya…


Dia, selalu ‘memberi’… Dia, tidak merasa berat untuk mentransfer ilmu yang telah dia pelajari selama bertahun-tahun kepada siapa pun, termasuk saya. Dia, selalu berempati, ketika saya sedang dalam kesusahan. Dia, bersyukur ketika saya berbahagia. Dia, memberi perhatian untuk hal-hal yang kecil. Dia, sangat ringan untuk membagi ridzkinya kepada saya. Dan saya dapat merasakan, selalu ada doa darinya untuk saya… Dan saya, tidak pernah meminta semua itu darinya… Saya, hanya dapat merasakan keikhlasannya. Dia, hanya ingin ‘memberi’…


Mengapa ‘memberi’ begitu penting ikatannya dengan kebahagiaan… Saya hanya meyakini apa yang Rasul katakan… “Barang siapa membahagiakan seorang mukmin, ia telah membahagiakan aku. Barang siapa membahagiakan aku, ia telah membahagiakan Allah.”


Dan ketika Nabi ditanya tentang amal yang paling utama, beliau berkata : “Engkau masukkan rasa bahagia pada hati seorang mukmin. Engkau lepaskan kesulitannya. Engkau hibur hatinya. Engkau tunaikan utang-utangnya.”


Pada akhirnya, ia akan mendengarkan keputusan : “Adkhiluhul Jannah… masukkan ia ke surga, karena dahulu di dunia, setiap kali kamu memasukkan rasa bahagia pada sesama manusia, Allah menciptakan makhluk sepertiku, untuk memberikan kepada kamu kebahagiaan pada hari ini.”


Atau dengan penemuan psikologi yang paling konsisten; “Ketika kita bahagia—kita pun lebih suka untuk membantu orang lain. Feel good, do good phenomenon. Happiness doesn’t feel good, it does good.” (Salovey, 1990)


Belakangan para peneliti psikologi menunjukkan bahwa dalam keadaan bahagia orang-orang menjadi lebih penyayang, lebih senang membantu, lebih dermawan. (Martin Seligman)


Ketika bahagia, kita kurang terfokus pada diri sendiri, kita lebih menyenangi orang lain, kita ingin berbagi keberuntungan kita bahkan dengan orang asing sekali pun. Walhasil, kebahagiaan membuat orang berakhlak mulia. Emosi positif melahirkan karakter positif. Orang bahagia senang menolong orang lain. Dan karakter positif ini akan melahirkan emosi positif, maksudnya ketika kita dirundung penderitaan berbuat baiklah, maka kita akan berbahagia.


Inikah yang menyebabkan sahabat saya nyaris ‘flat’ di setiap keadaan? Mungkin yang terpenting yang bisa saya ambil hikmahnya… Selain dapat menerima setiap keadaan… bisa memberi pula di setiap keadaan… dan kita akan bahagia bagaimana pun keadaannya…


Anda boleh setuju atau tidak… tapi tidak ada salahnya untuk dicoba…


Karena saya pun ingin mencobanya… karena saya ingin selalu bahagia…


Mulailah ‘memberi’ dengan keikhlasan… dan anda akan ‘bahagia’… di setiap waktu yang ‘tersisa’…



Tidak ada komentar:

Posting Komentar